Senin, 12 November 2012

PELAYANAN DAN PROFESIONALISME PUSTAKAWAN


Pendahuluan
Kemampuan mengatur diri mutlak diperlukan oleh pustakawan sebelum mengatur orang lain. Pribadi yang dewasa secara fisik dan mental  merupakan sosok pribadi yang diharapkan setiap individu, termasuk yang berperan sebagai profesi pustakawan. Untuk itu perlu suatu upaya untuk menggali potensi-potensi dan kelemahan-kelemahan yang menjadi hambatan bagi pengembangan diri. Salah satu cara untuk mengetahui  akan potensi dan kelemahan diri tersebut, yakni senantiasa melakukan intropeksi diri dan  mengharap penilaian atau umpan balik dari orang lain.
Dengan adanya penilaian atau umpan balik tersebut, pustakawan akan mampu mengembangkan suatu pemahaman yang lebih baik dalam dirinya, misalnya cara pustakawan berkomunikasi dengan pemustaka, sehingga menjadikan pustakawan semakin profesional dalam menjalankan tugasnya. Disisi lain dapat pula berimplikasi pada kepuasan pelayanan kepada pemustaka.   
Status keprofesionalan pustakawan memang bertolak dari diri pribadi masing-masing. Namun sebuah pertanyaan “Apakah pustakawan siap untuk  menjadi seorang profesional?. Saat ini pemerintah telah mengakui bahwa pustakawan merupakan pejabat fungsional khusus. Dengan pengakuan seperti itu berarti telah terbuka jalan keprofesionalan pustakawan dalam memberikan pelayanan kepada pemustaka. Oleh sebab itu, upaya membangun citra diri pustakawan saat ini menjadi keharusan/mutlak dikembangkan.

1.    Pustakawan dan Profesionalisme
Pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan.[1]
Dalam Undang-Uundang Perpustakan Nomor. 43 Tahun 2007, Pasal 1, menyebutkan pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.[2] Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, perilaku dan ketrampilan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dalam menjalankan tugas keprofesionalan. Senada dengan itu, Lasa HS[3] mengemukakan bahwa kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan /knowledge, sikap/ attitude, dan ketrampilan/ skills.  Profesi dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu (keterampilan, kejujuran dan sebagainya).[4] Profesional artinya berkaitan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalakannya; mengharuskan pembayaran untuk melakukannya. Dalam Undang-Undang Guru dan dosen disebutkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sedangkan profesionalisme berarti mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.

2.    Pelayanan
Perpustakaan adalah pelayanan. Pelayanan berarti kesibukan[5]. Pada dasarnya pelayanan perpustakaan adalah memberikan bantuan kepada pemustaka/pengguna perpustakaan untuk memperoleh informasi yang sesuai kebutuhannya. Kegiatan pelayanan merupakan cara untuk mempertemukan pemustaka dengan informasi yang dicarinya. Pada umumnya ada 4 (empat) faktor penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan layanan perpustakaan kepada pemustaka yakni: Koleksi perpustakaan, Referensi/Rujukan, Fasilitas, Kualitas sumber daya manusia (SDM).
Layanan kepada pemustaka merupakan indikator mutu dari  sebuah perpustakaan. Bila dianalogikan, perpustakaan sebagai sebuah restoran yang menyajikan masakan sedap/nikmat kepada para pelanggannya, sehingga pelanggan tersebut merasa puas, nyaman dan mau kembali ke restoran tersebut, maka perpustakaan dituntut untuk bisa memberikan informasi yang dapat memuaskan penggunanya/pemustaka. Layanan yang baik, cepat, akurat dengan informasi yang sesuai kebutuhan pemustaka harus selalu diusahakan. Layanan yang seperti itu dapat diberikan oleh pustakawan dengan berbagai cara seperti memamfaatkan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
Salah satu tantangan perpustakaan di era pengetahuan (dimasa depan) adalah bagaimana pustakawan sebagai seorang profesional dapat menguasai teknologi informasi dan komunikasi, yang kemudian pelaksanaannya dapat berimplikasi secara lansung pada berbagai bentuk aktivitas/kegiatan perpustakaan demi meningkatkan layanan kepada pemustaka.

3.    Profesionalisme pustakawan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di perpustakaan.
Dalam meningkatkan kualitas layanan di perpustakaan, maka pustakawan sebagai profesional harus memiliki kompetensi profesi, fisik, pribadi, sosial dan spiritual. Dengan kemampuan tersebut seorang profesional akan mampu melaksanakan tugas  atau pekerjaan berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, nilai, perilaku, dan karakteristik yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dengan tingkat kesuksesan yang optimal. Dengan pemilikan kompetensi ini, memungkinkan seseorang untuk mencapai kinerja yang unggul dalam profesi, bidang, peran dan situasi tertentu.
Tipe kompetensi dapat dibedakan menjadi dua (a) Kompetensi fungsional yaitu pengetahuan pada sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen, penelitian yang digunakan untuk menyediakan layanan. (b) Kompetensi personal yaitu keterampilan, perilaku yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif sebagai komunikator, meningkatkan kemampuan dan dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan jaman.[6] Senada dengan itu, Lasa Hs mengemukakan bahwa kompetensi perlu didukung dengan keterampilan spesifik yang menyangkut: 1) keterampilan melaksanakan pekerjaan/task skiil; 2) keterampilan memenej pekerjaan/task management skiil; 3) kemampuan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan/contigency management skiil; 4) kemampuan mengelola lingkungan kerja/job environment skiil; dan 5) kemampuan mengadaptasikan/transfer skiil ilmu pengetahuan ke dalam situasi yang baru.[7]
Dalam Undang-Undang perpustakan No.43 Tahun 2007 ( pasal 29 ayat 2),  secara eksplisit dinyatakan  bahwa pustakawan sebagaimana ayat 1 harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Standar kualifikasi nasional  perpustakaan tersebut meliputi kualifikasi akademik, kompetensi (diantaranya, sebagaimana yang dijelaskan diatas), dan sertifikasi.
Profesi pustakawan merupakan profesi yang relatif baru bila dibandingkan dengan profesi lain. Wajar bila keberadaanya belum banyak diperhitungkan/dikenal ditengah-tengah masyarakat, bahkan pemerintah pun belum memberikan apresiasi secara optimal. Masih banyak hak-hak yang seyogyanya harus di berikan  kepada pustakawan sebagaimana perhatiannya kepada profesi yang lain. Disisi lain sebagian dari  masyarakat atau pemangku kebijakan sendiri berasumsi, profesi itu dapat diukur dengan materi (menghasilkan uang secara lansung seperti dokter, hakim dan lain sebagainya). Penilaian seperti itu seharusnya tidak demikian, karena memberikan layanan jasa kepada pemustaka adalah bagian dari profesi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka profesi pustakawan perlu disosialisasikan dan dipromosikan kepada masyarakat luas. Hal ini perlu dilakukan  karena pustakawan profesional merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa melalui layanan jasa di perpustakaan.
Keberadaan perpustakaan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya manusia. Salah satu indikator tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat di lihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki. Namu begitu, masyarakat akan perpustakaan belum seperti kebutuhan mereka akan profesi yang lain. Mereka lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi terlebih dahulu sebelum menjadikan perpustakaan sebagai prioritas utama mereka.
 Menurut Blasius Sudarsono, ada 4 (empat) hal penting mengenai profesi, yaitu : (1) profesi yang ideal dicirikan dengan memberikan jasa yang amat penting bagi masyarakat (2) pendidikan dijadikan landasan dalam pencapaian kesuksesan profesi (3) karena pekerjaan memerlukan spesialisasi, masyarakat mengakui hak profesi untuk memberikan jasa, serta kekuasaan untuk menerima anggota baru dengan mengevaluasi serta mengatur penampilan kerja dan perilaku anggotanya, (4) pekerjaan profesi mencakup pengambilan keputusan dan pemecahan soal yang harus didasarkan pada pengetahuan profesi serta kebutuhan masing-masing pemakai jasa[8].
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, wiji suwarno[9] mengatakan bahwa perpustakaan masih merupakan keinginan (wants) dari pada kebutuhan (needs) bagi sementara orang. Ini artinya bahwa kesadaran dan kepentingan mereka terhadap perpustakaan sebagai sumber informasi mulai ada, mulai menggejala dan berkembang tetapi belum menjadi prioritas yang utama. Satu contoh dalam dunia kampus, sebenarnya banyak mahasiswa yang ingin berkunjung ke perpustakaan, ingin membaca buku, ingin meminjam buku, dan seterusnya, namun itu baru sebatas keinginan saja, belum diwujudkan dalam tindakan nyata dengan datang ke perpustakaan, kemudian di sana membaca buku, meminjam buku dan seterusnya. Mahasiswa ini biasanya mau berkunjung ke perpustakaan manakala terbentur dengan keadaan yang memaksa, misalnya karena ada tugas dari dosen, atau menyelesaikan tugas akhir, sehingga mereka baru buru-buru ke perpustakaan. Akan berbeda manakala ketika perpustakaan sudah menjadi kebutuhan bagi mahasiswa, mereka akan datang ke perpustakaan baik ada ataupun tidak ada tugas dari dosen. Di satu sisi menjadikan perpustakaan yang representatif dan layak digunakan oleh masyarakat luas juga bukan sesuatu yang mudah dan menjadi tantangan bagi para pustakawan sebagai motor penggerak kemajuan perpustakaan.
Namun begitu, pustakawan profesional tidak boleh berputus asa menghadapi tantangan tersebut, justru pustakawan harus senantiasa berusaha terus menerus secara profesional tanpa merasa bosan memberikan layanan kepada pemustaka. Pustakawan dianggap sebagai tenaga profesional karena sebagian kriteria telah ada antara lain memiliki:
1.      Lembaga pendidikan (pustakawan berpendidikan formal)
2.      Pengetahuan dan keterampilan khusus
  1. Organisasi profesi
  2. Kode etik
  3. Budaya profesi (misalnya membuat majalah ilmiah)
  4. Tunjangan profesi, Sertifikasi, Infassing
Menjadi sebuah tugas rumah (PR) yang tidak ringan untuk mencapai hal ini, namun bukan sesuatu yang mustahil jika pustakawan bersama-sama berusaha untuk meningkatkan kemampuanya. Oleh karena itu, dalam meningkatkan kualiatas  layanan di perpustakaan, maka seorang pustakawan sekaligus sebagai mahluk sosial dituntut untuk menjadi “manajer” yaitu manajer ilmu pengetahuan dan analisis informasi, dan  menciptakan kredibilitas kepada pengguna dengan semangat: Memberikan pelayanan dengan prinsip ketulusan dan keikhlasan, memberikan pelayanan dengan prinsip mengakui dan menghargai perbedan-perbedaan pada individu yakni menerima dan memahami perbedaan orang lain dalam segala kondisi dan atribut asal (misalnya suku, ras), pustakawan ikut andil dalam kegiatan kemasyarakatan khususnya yang berkaitan dengan pendidikan, sosial dan kebudayaan. Ini merupakan proses yang harus kita lalui/ lewati walaupun pahit rasanya. Sejalan dengan itu, dalam UU perpustakaan No. 43 tahun 2007 menegaskan bahwa peran/ kewajiban pustakawan sebagai anggota profesi yakni: memberikan layanan prima terhadap pemustaka, menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif, memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu pustakawan sebagai anggota profesi juga berperan menyukseskan organisasi profesi dengan memberikan iuran keanggotaan secara  disiplin sebagaimana diatur dalam AD/ART, mengikuti kegiatan organisasi sesuai kemampuan dengan penuh rasa tanggung jawab, mengutamakan kepentingan organisasi dari pada kepentingan pribadi.
  Dalam pada itu, sebagai seorang profesional dalam memberikan layanan, pustakawan harus memiliki kemampuan/ kompetensi:
        1. Bersikap terbuka terhadap pengalaman dan penemuan baru
        2. Senantiasa siap untuk menerima perubahan
        3. Memiliki kepekaan yang baik terhadap lingkungan kerja maupun dirinya
        4. Lebih banyak berorientasi ke masa kini dan akan datang (inovatif)
        5. Yakin adanya potensi dalam dirinya
        6. Tidak pasrah pada nasib dan peka terhadap perencanaan
        7. Menyadari dan menghormati hak dan kewajiban pihak lain
        8.Cermat, aktif, dan proaktif dalam menunjang program-program yang    dilakukan oleh perpustakaan.
Fx.Mardiyanto[10] mengemukakan bahwa kompetensi personal menuntut pustakawan untuk dapat:  Berkomunikasi secara efektif, melakukan layanan prima, melihat dengan wawasan yang luas, mencari mitra kerja, mampu merencanakan yang akan dikerjakan dan mengerjakan yang sudah direncanakan (membuat prioritas dan fokus pada hal-hal kritis), mengakui nilai profesional kerjasama dan kesetiakawanan, memiliki sifat kepemimpinan, memiliki komitmen untuk selalu belajar dan merencanakan pengembangan karirnya, mampu menciptakan lingkungan kerja yang dihargai dan dipercaya, luwes dan bersikap positif terhadap perubahan.

Kesimpulan
Dalam rangka menjalankan profesinya, seorang pustakawan profesional mutlak memiliki “kepribadian” dalam memberikan pelayanan yang optimal diperpustakaan . Kepribadian yang dimaksud diantaranya: percaya diri, empati, sabar, inovatif (selalu mengikuti perkembangan) dan lain sebagainya.



Daftar Pustaka

Fx. Mardiyanto, “Per(ubahan) ke arah kompetensi pustakawan,” dalam Jurnal  WIPA: Wahana Informasi Perpustakaan UAJY,  Vol. 12, Edisi Juni 2010

Gunawan K , Rony,  Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Terbit Terang, 2001

Kismiyati, Titik dalam Daryono, Kompetensi Pustakawan Perguruan Tinggi. Makalah disampaikan pada rapat kerja nasional  FPPTI  di Bogor pada tanggal 21 agustus 2008

Lasa Hs, Kamus Kepustakawanan Indonesia,  cet. ke-,1  Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009

Noerhati S, Pengelolaan Perpustakaan, Jilid 2,  Bandung: Alumni, 1988

Republik  Indonesia, Undang-Undang Perpustakaan :UU RI Nomor 43 Tahun 2007,  cet. ke-1,  Jakarta: Asa Mandiri, 2007

Soeatminah, Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Sudarsono, Blasius, ”Peran Pustakawan dalam Pembangunan Nasional Indonesia Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, Vol. 16, Nomor 1-2 1994
Suwarno, Wiji, Ilmu Perpustakaan dan kode Etik Pustakawan, cet. ke-1,  Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010



       [1] Soeatminah, Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan,  (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 161
       [2] Indonesia, Undang-Undang Perpustakaan :UU RI Nomor 43 Tahun 2007,  cet. ke-1 (Jakarta: Asa Mandiri, 2007), hlm. 3
      [3] Lasa Hs, Kamus Kepustakawanan Indonesia,  cet. ke-1 (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), hlm. 177
      [4]  Rony Gunawan K,  Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Terbit Terang, 2001), hlm. 350
       [5] Noerhati S, Pengelolaan Perpustakaan, Jilid 2 (Bandung: Alumni, 1988), hlm.100
       [6] Titik Kismiyati dalam Daryono, Kompetensi Pustakawan Perguruan Tinggi. Makalah disampaikan pada rapat kerja nasional  FPPTI  di Bogor  pada tanggal 21 agustus 2008. hlm. 2
       [7] Lasa Hs, Kamus Kepustakawanan Indonesia, hlm. 177
      [8] Blasius  Sudarsono,Peran Pustakawan dalam Pembangunan Nasional Indonesia Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia. Vol. 16, Nomor 1-2 , 1994
       [9] Wiji Suwarno, Ilmu Perpustakaan dan kode Etik Pustakawan, cet. ke-1 (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 46
       [10] Fx. Mardiyanto, “ Per(ubahan) ke arah kompetensi pustakawan,”  dalam  Jurnal  WIPA: Wahana Informasi Perpustakaan UAJY, Volume 12, Edisi Juni 2010 (Yogyakarta: Perpustakaan UAJY,2010), hlm. 26