Pendahuluan
Kemampuan mengatur diri mutlak diperlukan oleh
pustakawan sebelum mengatur orang lain. Pribadi yang dewasa secara fisik dan
mental merupakan sosok pribadi yang
diharapkan setiap individu, termasuk yang berperan sebagai profesi pustakawan.
Untuk itu perlu suatu upaya untuk menggali potensi-potensi dan
kelemahan-kelemahan yang menjadi hambatan bagi pengembangan diri. Salah satu
cara untuk mengetahui akan potensi dan
kelemahan diri tersebut, yakni senantiasa melakukan intropeksi diri dan mengharap penilaian atau umpan balik dari
orang lain.
Dengan adanya penilaian atau umpan balik tersebut, pustakawan akan mampu
mengembangkan suatu pemahaman yang lebih baik dalam dirinya, misalnya cara
pustakawan berkomunikasi dengan pemustaka, sehingga menjadikan pustakawan
semakin profesional dalam menjalankan tugasnya. Disisi lain dapat pula berimplikasi
pada kepuasan pelayanan kepada pemustaka.
Status keprofesionalan pustakawan memang bertolak dari
diri pribadi masing-masing. Namun sebuah pertanyaan “Apakah pustakawan siap
untuk menjadi seorang profesional?. Saat
ini pemerintah telah mengakui bahwa pustakawan merupakan pejabat fungsional
khusus. Dengan pengakuan seperti itu berarti telah terbuka jalan
keprofesionalan pustakawan dalam memberikan pelayanan kepada pemustaka. Oleh
sebab itu, upaya membangun citra diri pustakawan saat ini menjadi keharusan/mutlak
dikembangkan.
1.
Pustakawan dan Profesionalisme
Pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan
dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga
induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang
dimilikinya melalui pendidikan.[1]
Dalam Undang-Uundang Perpustakan Nomor. 43 Tahun 2007, Pasal 1,
menyebutkan pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.[2]
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, perilaku dan ketrampilan yang harus
dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dalam menjalankan tugas keprofesionalan.
Senada dengan itu, Lasa HS[3]
mengemukakan bahwa kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan /knowledge,
sikap/ attitude, dan ketrampilan/ skills. Profesi dalam kamus bahasa indonesia diartikan
sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu (keterampilan,
kejujuran dan sebagainya).[4]
Profesional artinya berkaitan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalakannya; mengharuskan pembayaran untuk melakukannya. Dalam
Undang-Undang Guru dan dosen disebutkan profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sedangkan
profesionalisme berarti mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri
suatu profesi atau orang yang profesional.
2.
Pelayanan
Perpustakaan adalah
pelayanan. Pelayanan berarti kesibukan[5]. Pada dasarnya pelayanan
perpustakaan adalah memberikan bantuan kepada pemustaka/pengguna perpustakaan
untuk memperoleh informasi yang sesuai kebutuhannya. Kegiatan pelayanan
merupakan cara untuk mempertemukan pemustaka dengan informasi yang dicarinya. Pada umumnya ada 4 (empat) faktor
penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan layanan perpustakaan kepada
pemustaka yakni: Koleksi perpustakaan,
Referensi/Rujukan, Fasilitas, Kualitas sumber daya manusia (SDM).
Layanan kepada pemustaka merupakan indikator
mutu dari sebuah perpustakaan. Bila dianalogikan,
perpustakaan sebagai sebuah restoran yang menyajikan masakan sedap/nikmat
kepada para pelanggannya, sehingga pelanggan tersebut merasa puas, nyaman dan
mau kembali ke restoran tersebut, maka perpustakaan dituntut untuk bisa
memberikan informasi yang dapat memuaskan penggunanya/pemustaka. Layanan yang baik, cepat, akurat
dengan informasi yang sesuai kebutuhan pemustaka harus selalu diusahakan.
Layanan yang seperti itu dapat diberikan oleh pustakawan dengan berbagai cara seperti memamfaatkan bantuan
teknologi informasi dan komunikasi.
Salah satu tantangan perpustakaan di era pengetahuan (dimasa depan) adalah bagaimana pustakawan sebagai seorang
profesional dapat menguasai teknologi informasi dan komunikasi, yang kemudian
pelaksanaannya dapat berimplikasi secara lansung pada berbagai bentuk aktivitas/kegiatan
perpustakaan demi meningkatkan layanan kepada pemustaka.
3.
Profesionalisme pustakawan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di
perpustakaan.
Dalam meningkatkan kualitas
layanan di perpustakaan, maka pustakawan sebagai profesional harus memiliki
kompetensi profesi, fisik, pribadi, sosial dan spiritual. Dengan kemampuan
tersebut seorang profesional akan mampu melaksanakan tugas atau pekerjaan berdasarkan pengetahuan,
keahlian, ketrampilan, nilai, perilaku, dan karakteristik yang dipersyaratkan
untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dengan tingkat kesuksesan yang optimal.
Dengan pemilikan kompetensi ini, memungkinkan seseorang untuk mencapai kinerja
yang unggul dalam profesi, bidang, peran dan situasi tertentu.
Tipe kompetensi dapat
dibedakan menjadi dua (a) Kompetensi fungsional yaitu pengetahuan pada
sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen, penelitian yang digunakan untuk
menyediakan layanan. (b) Kompetensi personal yaitu keterampilan, perilaku yang
dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif sebagai komunikator,
meningkatkan kemampuan dan dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan
jaman.[6]
Senada dengan itu, Lasa Hs mengemukakan bahwa kompetensi perlu didukung dengan
keterampilan spesifik yang menyangkut: 1) keterampilan melaksanakan
pekerjaan/task skiil; 2) keterampilan memenej pekerjaan/task management skiil;
3) kemampuan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan/contigency management
skiil; 4) kemampuan mengelola lingkungan kerja/job environment skiil; dan 5)
kemampuan mengadaptasikan/transfer skiil ilmu pengetahuan ke dalam situasi yang
baru.[7]
Dalam Undang-Undang
perpustakan No.43 Tahun 2007 ( pasal 29 ayat 2), secara eksplisit dinyatakan bahwa pustakawan sebagaimana ayat 1 harus
memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Standar
kualifikasi nasional perpustakaan
tersebut meliputi kualifikasi akademik, kompetensi (diantaranya, sebagaimana
yang dijelaskan diatas), dan sertifikasi.
Profesi
pustakawan merupakan profesi yang relatif baru bila dibandingkan dengan profesi
lain. Wajar bila keberadaanya belum banyak diperhitungkan/dikenal ditengah-tengah
masyarakat, bahkan pemerintah pun belum memberikan apresiasi secara optimal. Masih banyak
hak-hak yang seyogyanya harus di berikan kepada pustakawan sebagaimana perhatiannya kepada profesi yang
lain. Disisi lain sebagian dari masyarakat atau pemangku kebijakan sendiri
berasumsi, profesi itu dapat diukur
dengan materi (menghasilkan uang secara lansung seperti
dokter, hakim dan lain sebagainya).
Penilaian seperti itu seharusnya tidak demikian, karena memberikan layanan jasa
kepada pemustaka adalah bagian dari profesi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
profesi pustakawan perlu disosialisasikan dan dipromosikan kepada masyarakat
luas. Hal ini perlu dilakukan karena
pustakawan profesional merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa melalui layanan jasa di
perpustakaan.
Keberadaan
perpustakaan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya
manusia. Salah satu indikator tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu
bangsa dapat di lihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki. Namu begitu, masyarakat akan perpustakaan belum
seperti kebutuhan mereka akan profesi yang lain. Mereka lebih cenderung untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi terlebih dahulu sebelum menjadikan
perpustakaan sebagai prioritas utama mereka.
Menurut
Blasius Sudarsono,
ada 4 (empat) hal
penting mengenai profesi, yaitu : (1)
profesi yang ideal dicirikan dengan memberikan jasa yang amat penting bagi
masyarakat (2)
pendidikan dijadikan landasan dalam pencapaian kesuksesan profesi (3) karena pekerjaan memerlukan spesialisasi,
masyarakat mengakui hak profesi untuk memberikan jasa, serta kekuasaan untuk
menerima anggota baru dengan mengevaluasi serta mengatur penampilan kerja dan
perilaku anggotanya, (4)
pekerjaan profesi mencakup pengambilan keputusan dan pemecahan soal yang harus
didasarkan pada pengetahuan profesi serta kebutuhan masing-masing pemakai jasa[8].
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, wiji suwarno[9] mengatakan
bahwa perpustakaan masih merupakan keinginan (wants) dari pada kebutuhan (needs)
bagi sementara orang. Ini artinya bahwa kesadaran dan kepentingan mereka
terhadap perpustakaan sebagai sumber informasi mulai ada, mulai menggejala dan
berkembang tetapi belum menjadi prioritas yang utama. Satu contoh dalam dunia
kampus, sebenarnya banyak mahasiswa yang ingin berkunjung ke perpustakaan,
ingin membaca buku, ingin meminjam buku, dan seterusnya, namun itu baru sebatas
keinginan saja, belum diwujudkan dalam tindakan nyata dengan datang ke
perpustakaan, kemudian di sana membaca buku, meminjam buku dan seterusnya.
Mahasiswa ini biasanya mau berkunjung ke perpustakaan manakala terbentur dengan
keadaan yang memaksa, misalnya karena ada tugas dari dosen, atau menyelesaikan
tugas akhir, sehingga mereka baru buru-buru ke perpustakaan. Akan berbeda
manakala ketika perpustakaan sudah menjadi kebutuhan bagi mahasiswa, mereka
akan datang ke perpustakaan baik ada ataupun tidak ada tugas dari dosen. Di
satu sisi menjadikan perpustakaan yang representatif dan layak digunakan oleh
masyarakat luas juga bukan sesuatu yang mudah dan menjadi tantangan bagi para
pustakawan sebagai motor penggerak kemajuan perpustakaan.
Namun begitu, pustakawan profesional tidak boleh berputus asa menghadapi tantangan
tersebut, justru pustakawan harus senantiasa berusaha terus menerus secara profesional
tanpa merasa bosan memberikan layanan kepada pemustaka. Pustakawan dianggap
sebagai tenaga profesional karena sebagian kriteria telah ada antara lain
memiliki:
1.
Lembaga pendidikan (pustakawan berpendidikan formal)
2.
Pengetahuan dan keterampilan khusus
- Organisasi profesi
- Kode etik
- Budaya profesi (misalnya
membuat majalah ilmiah)
- Tunjangan profesi, Sertifikasi, Infassing
Menjadi sebuah tugas rumah (PR) yang tidak ringan untuk mencapai hal ini,
namun bukan sesuatu yang mustahil jika pustakawan bersama-sama berusaha untuk
meningkatkan kemampuanya. Oleh karena itu, dalam meningkatkan kualiatas layanan di perpustakaan, maka seorang pustakawan
sekaligus sebagai mahluk sosial dituntut untuk menjadi “manajer” yaitu manajer
ilmu pengetahuan dan analisis informasi, dan menciptakan kredibilitas kepada pengguna
dengan semangat: Memberikan pelayanan dengan prinsip ketulusan dan keikhlasan, memberikan
pelayanan dengan prinsip mengakui dan menghargai perbedan-perbedaan pada
individu yakni menerima dan memahami perbedaan orang lain dalam segala kondisi
dan atribut asal (misalnya suku, ras), pustakawan ikut andil dalam kegiatan
kemasyarakatan khususnya yang berkaitan dengan pendidikan, sosial dan
kebudayaan. Ini
merupakan proses yang harus kita lalui/ lewati walaupun pahit rasanya. Sejalan dengan itu, dalam UU perpustakaan No.
43 tahun 2007 menegaskan bahwa peran/ kewajiban pustakawan sebagai anggota
profesi yakni: memberikan layanan prima terhadap pemustaka, menciptakan suasana
perpustakaan yang kondusif, memberikan keteladanan dan menjaga nama baik
lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu
pustakawan sebagai anggota profesi juga berperan menyukseskan organisasi
profesi dengan memberikan iuran keanggotaan secara disiplin sebagaimana diatur dalam AD/ART,
mengikuti kegiatan organisasi sesuai kemampuan dengan penuh rasa tanggung
jawab, mengutamakan kepentingan organisasi dari pada kepentingan pribadi.
Dalam pada
itu, sebagai seorang profesional dalam memberikan layanan, pustakawan harus
memiliki kemampuan/ kompetensi:
1. Bersikap terbuka terhadap pengalaman
dan penemuan baru
2. Senantiasa siap untuk menerima
perubahan
3. Memiliki kepekaan yang baik terhadap
lingkungan kerja maupun dirinya
4. Lebih banyak berorientasi ke masa
kini dan akan datang (inovatif)
5. Yakin adanya potensi dalam dirinya
6. Tidak pasrah pada nasib dan peka
terhadap perencanaan
7. Menyadari dan menghormati hak dan
kewajiban pihak lain
8.Cermat, aktif, dan proaktif dalam menunjang program-program yang dilakukan oleh perpustakaan.
Fx.Mardiyanto[10]
mengemukakan bahwa kompetensi personal menuntut pustakawan untuk dapat: Berkomunikasi secara efektif, melakukan
layanan prima, melihat dengan wawasan yang luas, mencari mitra kerja, mampu
merencanakan yang akan dikerjakan dan mengerjakan yang sudah direncanakan
(membuat prioritas dan fokus pada hal-hal kritis), mengakui nilai profesional
kerjasama dan kesetiakawanan, memiliki sifat kepemimpinan, memiliki komitmen
untuk selalu belajar dan merencanakan pengembangan karirnya, mampu menciptakan
lingkungan kerja yang dihargai dan dipercaya, luwes dan bersikap positif
terhadap perubahan.
Kesimpulan
Dalam rangka menjalankan profesinya,
seorang pustakawan profesional mutlak memiliki “kepribadian” dalam memberikan pelayanan
yang optimal diperpustakaan . Kepribadian yang dimaksud diantaranya: percaya
diri, empati, sabar, inovatif (selalu mengikuti perkembangan) dan lain
sebagainya.
Daftar Pustaka
Fx. Mardiyanto, “Per(ubahan) ke arah kompetensi pustakawan,” dalam
Jurnal WIPA: Wahana Informasi Perpustakaan UAJY, Vol. 12, Edisi Juni 2010
Gunawan K , Rony, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Terbit Terang, 2001
Kismiyati, Titik dalam
Daryono, “Kompetensi Pustakawan Perguruan Tinggi”. Makalah disampaikan pada rapat kerja
nasional FPPTI di Bogor pada tanggal 21 agustus 2008
Lasa Hs, Kamus Kepustakawanan Indonesia, cet. ke-,1
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009
Noerhati S, Pengelolaan Perpustakaan, Jilid
2, Bandung: Alumni, 1988
Republik Indonesia, Undang-Undang Perpustakaan :UU RI Nomor 43 Tahun 2007, cet. ke-1,
Jakarta: Asa Mandiri, 2007
Soeatminah, Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan,
Yogyakarta: Kanisius, 1992
Sudarsono,
Blasius, ”Peran
Pustakawan dalam Pembangunan Nasional Indonesia” Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, Vol. 16, Nomor 1-2 1994
Suwarno, Wiji, Ilmu Perpustakaan dan kode Etik Pustakawan,
cet. ke-1, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar